Saya mw bertanya tentang pembuatan visum dengan kondisi korban sudah di beri pertolongan pertama di faskes yg tdk ada dokternya itu bagaimana ya. Kalau tidak keberatan mohon penjelasannya. Terim kasih sebelumnya

Jawab :

Terima kasih atas pertanyaannya
Visum et repertum, diatur dalam Pasal 133 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena perstiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

(2)Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Pasal 133 ayat (1) KUHP jelas menyebutkan adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

Pasal 133 ayat (1) KUHAP tidak merinci dan mensyaratkan dokter yang bisa diminta menjadi ahli demi kepentingan peradilan. Bisa dokter kehakiman (dokter forensik) atau dokter lain sesuai kebutuhan.

Bisa dokter rumah sakit pemerintah atau swasta sama saja. Tidak ada aturannya di Indonesia, harus dokter forensik yang bekerja sama dengan penyidik atau dokter forensik yang menjadi ahli harus berasal dari pemerintah. Dokter swasta pun bisa. Dokter umum juga bisa.

Menurut Prof. Andi Hamzah (Pakar Hukum Pidana), sang dokter harus punya reputasi bagus dan memiliki sertifikasi atau terdaftar (memiliki STR dan SIP)

Patut dicatat dan kita ketahui bersama bahwa Permintaan Visum harus dari Pihak Kepolisian dan dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat (Pasal 133 ayat (1) KUHAP)

Visum terbagi 3 ; Visum Korban Hidup (Kekerasan, Perkosaan), VIsum Korban Mati, dan Visum Psikiatri.

Secara defenisi, Visum et Rrepertum (Ver) adalah keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti guna kepentingan peradilan.

Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi, visum et repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan

Mengenai pembuatan visum dengan kondisi korban sudah di beri pertolongan pertama di faskes yg tdk ada dokternya. Dalam kondisi korban telah diobati atau diberi pertolongan di faskes lain atau bahkan kejadian tindak kekerasan telah terjadi beberapa hari, maka permintaan visum dari Pihak Kepolisian tetap wajib dijawab/dibalas, dengan jawaban yang isinya adalah tentang apa yang dokter lihat dan dokter temukan pada saat permohonan dari pihak kepolisian dokter terima, termasuk didalamnya penjelasan apakah ada luka, apakah ada memar, dan bahwa apakah luka tersebut (telah) mengering, prinsip visum adalah penjelasan tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada saat pertemuan (lihat dan laporkan)

Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

  1. Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
  2. Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
  3. Pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan”, berisi semua keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
  4. Kesimpulan. Bagian ini berjudul “kesimpulan” dan berisi pendapat dokter terhadap hasil pemeriksaan, berisikan:
    a. Jenis luka
    b. Penyebab luka
    c. Sebab kematian (bila diketahui)
    d. Mayat (bila visum jenazah)
    e. Luka
    f. TKP (bila diketahui)
    g. Penggalian jenazah (bila dilakukan)
    h. Barang bukti (bila ada)
    i. Psikiatrik (bila visum psikiatri)
  5. Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP”.

Semoga bisa dipahami.

dr. Beni Satria, M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Direktur Rumah Sakit
Pengurus PERSI SUMUT
Anggota TKMKB SUMUT
Sekretaris MKEK SUMUT
Mahasiswa S3 Hukum Kesehatan

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x