Bagaimana etikanya Pasien yang dialihkan Operasinya ke dokter lain tanpa sepersetujuan dokter yang mempersiapkan pasien (DPJP). Pasien sudah direncanakan Operasi pd hari yg sudah ditentukan, tahu-tahu sudah dilakukan tindakan operasi oleh sejawat dokter spesialis lain. Ini sudah kedua kalinya bagi saya sejak RS ini ganti Manajemen. Mohon pendapat.
Kasus 1: nodul tiroid. Psn sdh periksa lengkap, tms usg tiroid, fungsi tiroid dsb. Diberi surat pengantar utk operasi, esok harinya sdh ganti dpjp dan di op oleh ts Sp.B.
Kasus 2. Tonsilitis kronis, juga sdh periksa lengkap, dan sdh dibuatkn srt pengantar utk op, esok harinya di op oleh ts Sp. THT.
Semuanya tanpa sepertujuan saya.
Jawab:;:
Terima Kasih atas pertanyaannya
Etika kedokteran diwarnai oleh etika kewajiban yang mengedepankan adanya panggilan nurani menolong pasien sebagai manusia yang tengah menderita sebagai kewajiban tertinggi dokter sebagai pengabdi profesi.
Pasien merupakan pribadi unik yang menjadi tujuan bagi hidupnya sendiri, bukan sebagai obyek untuk diintervensi dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Penghormatan hak-hak pasien dan teman sejawat yang merupakan bagian dari kewajiban dokter akan menjaga kepercayaan pasien, agar dapat mempercepat kesembuhannya.
Setiap dokter yang berpraktik di Indonesia, termasuk dokter warganegara asing, wajib mematuhi dan tunduk pada Kode Etik Kedokteran Indonesia. (kodeki pasal 13 ayat 2)
Dalam era BPJS dan diterapkannya akreditasi internasional, kekerapan kasus “berebut pasien” diharapkan akan menurun drastis, walaupun kemungkinan masih ada pada daerah yang menerapkan fee for services.
Setiap dokter seyogyanya memahami dan menyadari bahwa masalah saling toleransi menjadi kunci dari penegakan etik kesejawatan ini. Pada umumnya, jika seseorang sudah percaya pada seorang dokter maka dokter tersebut akan terus dicari pasien walaupun keberadaan praktiknya jauh dari rumahnya
Mengenai “Ambil Alih” pasien yang telah diperiksa rekan sejawat
Pasal 18 : Menjunjung Tinggi Kesejawatan Setiap dokter wajib memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Sesama dokter sebagai sejawat sebenarnya ingin saling diperlakukan sama oleh teman sejawatnya (golden rule). Konteks kesejawatan dalam hal ini adalah kesetaraan hubungan antar sejawat, tidak ada salah satu yang diduga berperilaku menyimpang.
Makna berikutnya ialah agar setiap dokter menahan diri untuk tidak membuat sulit, bingung, kecewa/marah sejawatnya sehingga terwujud organisasi profesi yang tangguh dengan tradisi luhur pengabdi profesi sebagai model panutannya.
Pasal 19: Pindah Pengobatan
“Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.”
Setiap dokter dalam rangka menarik pasien, wajib untuk tidak membuat renggang situasi dan kondisi hubungan dokter-pasien dari sejawatnya tersebut. (kodeki pasal 19 ayat 1)
Dalam hal hubungan konsul/ merujuk setiap dokter wajib menjelaskan kepada pasien dan keluarga yang sama tersebut kejelasan hubungan pasien – dokter, sebagai rawat bersama atau alih rawat. (kodeki pasal 19 ayat 6)
Dalam satu fasilitas pelayanan kesehatan, dokter wajib menjelaskan kepada pasien dan keluarganya kejelasan terbaru hubungan pasien dokter, termasuk adanya perbedaan antara rawat bersama atau alih rawat. (Kodeki pasal 14 penjelasan ayat 3)
Pemberitahuan mengenai pengalihan pasien (karena suatu sebab baik atas kehendak pasien maupun kehendak dokter) dapat diinformasikan/ ditulis dalam rekam medik pasien , atau melalui teknologi informasi telepon, fax, email dll (kodeki pasal 19 ayat 9)
Dalam menghormati hak- hak pasien sebagai bagian dari Hak Azasi Manusia, dokter wajib memberi kesempatan pasien untuk second opinion, apabila ada alasan tertentu atau keluhan sakit belum berkurang dan penjelasan dari dokter pertama dianggap kurang memadai, dengan risiko pasien akan pindah rawat ke dokter kedua, tidak melanggar etik atau merebut pasien, sejauh hal tersebut murni kehendak pasien. (Pasal 19 ayat (12))
Dalam menangani pasien yang sebelumnya telah ditangani teman sejawat, dokter berkewajiban untuk:
a. tidak membuat renggang situasi dan kondisi hubungan dokter-pasien dari sejawatnya tersebut,
b. berkomunikasi dengan teman sejawat yang terlibat merawat pasien yang sama, dengan cara harus saling menghormati kerahasiaan pasien dan bertukar informasi sebatas hanya pada informasi yang benar-benar seperlunya,
c. mengingatkan sejawat yang terlihat tengah abai terhadap pasiennya, tanpa keinginan untuk mengambil alih perawatan pasien (pasal 19 ayat (13))
Perbuatan setiap dokter berikut ini tidak dikategorikan sebagai merebut pasien dari sejawat dokter lain apabila :
a. pasien sendiri yang menghendaki
b. ada kesepakatan antar sejawat dalam penanganan pasien
c. ada ketentuan internal fasilitas pelayanan kesehatan yang mengatur demikian.
Tumpang Tindih Kompetensi Dokter
Sesuai dengan anjuran WHO tentang hak atas kesehatan. Pelaksanaannya adalah dokter dengan penuh kejujuran, martabat kehormatan dan penuh pertimbangan ia menjunjung tinggi hak atas perolehan informasi secara memadai dan hak untuk menentukan diri sendiri.
Dalam hal problem penyakit pasien di luar kompetensinya, seorang dokter wajib mengkonsultasikan ke ahlinya (kodeki pasal 14 ayat 2)
Peraturan internal fasilitas pelayanan kesehatan merupakan manifestasi penjabaran etika sehingga wajib ditaati. Sistem pelayanan kedokteran sebagai sistem yang kompleks, saling bergantung lebih membiasakan dokter bekerja bersama sesama tenaga penyelenggara pelayanan kesehatan.
Percabangan keilmuan atau pelayanan sebaiknya dikendalikan oleh etika. Masalah kesehatan tidak dapat ditangani oleh satu disiplin saja, bahkan di bidang kedokteran pun muncul percabangan ilmu yang memerlukan jenis kompetensi tersendiri.
Dokter dalam melaksanakan tugas profesi dapat melaksanakan perannya secara perorangan, dalam kelompok, atau tim. Ketika bekerja dalam tim, dokter harus:
1. Menghormati keahlian dan peran setiap anggota tim
2. Menjaga hubungan professional
3. Menjalin komunikasi yang baik
4. Memastikan siapa penanggung jawab tim (dokter penanggung jawab pasien)
5. Memastikan pasien mendapatkan pelayanan yang baik dan profesional
Maka sesuai dengan penjelasan diatas, maka perbuatan rekan sejawat yang melakukan tindakan operasi langsung terhadap pasien yang telah diperiksa dan dipersiapkan oleh sejawat lain adalah perbuatan yang tidak etis dan melanggar kode etik kedokteran.
Direktur Rumah Sakit dan atau Komite Medis RS sebaiknya bisa memediasi untuk membuat terang permasalahan ini, agar kepentingan dan keselamatan pasien menjadi hal utama sebagaimana SUMPAH DOKTER :”membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan dan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan martabat pekerjaan sebagai dokter”
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Demikian, semoga dapat dipahami.
Dr. dr. Beni Satria, S.Ked, M.Kes, S.H, M.H(kes)
Ketua DPP MHKI Bid. Kajian Hukum Perumahsakitan
Sekretaris MKEK IDI Wil.SUMUT
Sekretaris PERSI Daerah SUMUT
Sekretaris Prodi Magister Hukum UNPAB
Sumber Gambar: https://www.freepik.com/free-photo/preparing-surgical-operation_5633930.htm