Orang tua yang Tidak meng-IMUNISASI Anaknya Bisa DI PIDANA.
Kampanye imunisasi MR (Measles Rubella/ Campak Rubella) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia telah menimbulkan reaksi yang luar biasa dari masyarakat. Banyak rakyat yang menyambut gembira adanya program ini, tetapi ternyata tidak sedikit pula yang menolak imunisasi MR karena berbagai isu yang beredar.
Campak (Measles) merupakan Penyakit yang Sangat Mudah Menular yang disebabkan oleh Virus dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Rubella adalah penyakit akut dan ringan dan sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan.
Pada tahun 2000, lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh dunia karena komplikasi penyakit campak. Dengan Pemberian imunisasi campak, maka pada tahun 2014 kematian akibat campak menurun menjadi 115.000 per tahun.
Di Indonesia, Data surveilan 5 tahun terakhir menunjukkan 70 % kasus rubella terjadi pada kelompok usia < 15 tahun. Pada tahun 2013 terdapat 2767 kasus, 82/100.000 terjadi pada usia 15-19 tahun. Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella pada tahun 2020.
Vaksin rubella yang kemudian dimasukkan ke dalam kampanye MR ini bukan hal yang baru, karena adanya WHO Position Paper on Rubella Vaccines sejak tahun 2011 merekomendasikan semua Negara yang belum memasukkan vaksin rubella dan telah menggunakan 2 dosis vaksin campak untuk memasukkan vaksin rubella dalam imunisasi rutin.
Kampanye imunisasi Measles Rubella (MR) adalah suatu kegiatan imunisasi secara masal sebagai upaya unuk memutuskan transimisi penularan virus campak dan rubella pada anak usia 9 bulan sampai dengan < 15 tahun, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Imunisasi ini wajib dan tidak memerlukan individual informed consent.
Sesuai dengan isi UUD 1945 Bab XA Tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa hak untuk hidup merupakan hak asasi setiap manusia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal;
1. Pasal 28A : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
2. Pasal 28B ayat 2 : ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
3. Pasal 28G ayat 1; “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
4. Pasal 28J ayat 1: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”
5. Pasal 28J ayat 2: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Maka, imunisasi merupakan hak anak untuk dapat hidup dengan baik, terhindar dari penyakit yang dapat dicegah dan menikmati kesehatan sebagai hak asasinya.
Janin yang belum lahir pun telah memiliki hak untuk hidup dan terhindar dari kemungkinan keguguran atau lahir dengan sindrom rubella kongenital akibat ibunya tertular virus rubella ketika hamil muda.
Keputusan untuk memberikan imunisasi kepada anak tidak semata-mata merupakan hak asasi orangtua untuk menentukan, namun juga Ada Hak Asasi (Anak) orang lain di dalamnya.
Apabila kita memilih untuk tidak memberikan imunisasi kepada anak, kemudian anak kita sakit dan menulari ibu hamil muda, sehingga terjadi keguguran atau sindrom rubella kongenital pada bayi yang dilahirkannya, sejatinya kita telah melanggar hak orang lain untuk hidup.
Sekarang mari kita telaah lebih jauh aturan yang tercantum dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1. Pasal 4 : “ Setiap orang berhak atas kesehatan.”
2. Pasal 1 (13) : “Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.”
3. Pasal 19 : “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.”
4. Pasal 56 ayat 1 : “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.” Ayat 2 : berbunyi : “Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada: a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas.”
5. Pasal 132 (3) : “Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.”
6. Pasal 130 : “Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.”
7. Pasal 153: “Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit menular melalui imunisasi.”
Pada bab hak dan kewajiban, jelaslah bahwa setiap orang memiliki hak atas kesehatan, dan disisi lain juga harus melaksanakan kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Imunisasi bukanlah program egois, yang manfaatnya hanya dirasakan oleh orang yang menerima vaksin, tetapi juga turut memenuhi kewajibannya untuk ikut mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan adanya herd immunity. Imunisasi telah terbukti merupakan satu-satunya upaya kesehatan preventif yang spesifik terhadap suatu penyakit. Dibandingkan dengan biaya pengobatan melalui jaminan sosial yang harus ditanggung pemerintah untuk penyakit menular, berbahaya dan mematikan, imunisasi merupakan metode yang jauh lebih murah, mudah dan efisien.
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ternyata juga berkaitan dengan imunisasi
1. Pasal 4 : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang serta mendapat perlindungan.”
2. Pasal 8 : “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
3. Pasal 77: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan: (b) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit/penderitaan baik fisik, mental maupun sosial (c) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah)
UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah.
Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan (Pencegahan dan Pengebalan) terhadap suatu Wabah Penyakit adalah dengan imunisasi, sebagaimana disebut:
1. Pasal 5 ayat (1) : “Upaya penanggulangan wabah meliputi: pencegahan dan pengebalan.”
2. Pasal 14 tentang ketentuan pidana disebutkan bahwa, (1) :“Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).” (2):“Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
Negara telah hadir untuk berusaha melindungi setiap warganya sejak dalam kandungan dengan mengeluarkan banyak sekali payung hukum yang melandasi program imunisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Sebagai warga Negara yang baik, tentu kita ingin mendukung pemerintah mewujudkan masyarakat yang sehat. Vaksin yang digunakan oleh pemerintah telah terstandar secara internasional, dibawah pengawasan ketat oleh WHO dan telah teruji keamanan, efektivitas serta manfaatnya.
Berdayakan diri kita menjadi masyarakat dengan kecerdasan literasi yang tinggi dengan kemampuan untuk memilih dan memilah informasi yang benar, dapat dipercaya, ilmiah dan sesuai dengan bukti yang telah ada dalam penelitian, serta tidak berperilaku egois. Jangan mudah termakan isu yang belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Maka sesuai dengan regulasi diatas maka segala resiko dan tanggungjawab melekat sesuai dengan pilihan dan sikap kita. Ancaman Pidana penjara dan/atau denda akan menanti bila kita menghalangi atau karena kealpaan kita yang mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah serta melakukan penelantaran terhadap anak yang kemudian mengakibatkan anak mengalami sakit dan penderitaan baik fisik, mental dan sosial.
Dr. dr. beni SATRIA, S.Ked, M.Kes
Pemerhati Hukum Kesehatan – Dosen di Prodi Hukum Kesehatan FH UNPAB Medan.