Apakah Promosi klinik atau Praktik melalui Media Sosial, menyalahi aturan?

Assalamualaikum abgda…

Mau nanyak ini Bg…klw klinik atau praktek kita promosikan melalui media sosial ( FB dan Instagram berbayar ) itu menyalahi aturan nggak Bg??

Contoh : klinik x ku promosikan d FB ads….Tp d situ aku cuman menampilkan ttg pelayanannnya aja dengan tujuan biar org2 yg kita target d iklan tau ttg klinik itu Bg. Mohon penjelasannya ya abgda….Prof Dxxxx sama Prof Hxxxxxxx Xxx minta aku bantu mereka buat promosi. Tapi takut salah langkah Nnti abgda.

Jawab :

Waalikumsalam,wr,wb
Terima kasih atas pertanyaannya adinda

profesi dokter bukanlah pedagang, yang akan mencari keuntungan. Imbalan jasa profesionalnya (jasa medis) dilandasi pertolongan kemanusiaan dan pasien mengucapkan terima kasih sekaligus membalasnya dengan pemberian imbalan sebagai suatu kehormatan atas keluhuran itu.

Walau sering berhasil “menyembuhkan” pasien, seorang dokter tidak boleh takabur, sombong dan kemudian memuji diri sendiri, karena yang menyembuhkan sesungguhnya hanyalah Tuhan Yang Maha Esa. Ia harus sadar bahwa pengetahuan, ketrampilan profesi dan hasil pengobatan terhadap pasiennya adalah karena karunia, kemurahan dan ridhoNya semata yang pada suatu saat pasti berakhir. Dalam sistem kedokteran modern hasil pengobatan ditentukan oleh banyak faktor.

Promosi adalah, “cara mendapatkan perhatian konsumen pada suatu produk dan membujuk mereka untuk membeli produk tersebut,”(Collins, Kamus Lengkap Bisnis, Edisi kedua, 1999).

kiat-kiat promosi cukup besar jumlahnya, dari yang tradisional sampai dengan pemanfaatan internet (e-marketing, e-promotion).

Dalam keadaan bersaing ketat memperebutkan perhatian konsumen, tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar moral, yaitu:
1. Asas kewajiban berbuat yang baik (beneficence, amar ma’ruf).
2. Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan mudharat (nonmaleficence, nahi mungkar, do no harm, primum non nocere).
3. Asas menghormati otonomi manusia (respect for persons).
4. Asas berlaku adil (justice, fairness).
Perbuatan manusia atau institusi dalam melakukan promosi bisnis adalah baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak pantas, dinilai dengan pedoman apakah perbuatan itu adalah sesuai dengan asas-asas beneficence, nonmaleficence, menghormati manusia, dan adil atau tidak.

Pedoman berpromosi itulah yang dinamakan etika promosi.

Mengenai klinik atau Praktik yang kita promosikan melalui Media Sosial, menyalahi aturan atau tidak?

Dalam Kodeki pasal 3 dan Pasal 4 dijelaskan;

Pasal 3 : Kemandirian Profesi

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Penjelasan Pasal :

Setiap dokter dilarang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, antara lain:

memberikan obat, alat/produk kesehatan, anjuran/nasehat atau tindakan kedokteran, prototipe/cara/perangkat/sistem manajemen klinis pelayanan langsung pasien dan/atau penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan/kiat kedokteran yang belum berdasarkan bukti ilmiah (evidence) dan/atau diakui di bidang kedokteran yang mengakibatkan hilangnya integritas moral dan keilmuannya

Di depan khalayak melalui wahana publik, apalagi dunia internet yang mengglobal dapat dengan mudah menggelincirkan dokter berperilaku memuji diri sendiri dan komersialisasi sekaligus.

Kemajuan ipteks dalam kebaruan dan komunikasi informasi yang mengusung ide “kemampulaksanaan” harus diseimbangkan dengan kendali diri dokter, karena etika mempertanyakan “keharusan seperti itukah ?”

Pasal 4 : Memuji diri

Setiap dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Cakupan Pasal:

(1) Setiap dokter wajib mempertahankan profesionalisme dalam menginformasikan kualitas kompetensi dan kewenangan diri ke sesama profesi kesehatan dan/atau publik, wajib menjamin bahwa informasi yang dimaksudkan sesungguhnya adalah faktual dan wajib menghindari segala niat dan upaya untuk menunjukkan kehebatan diri melalui wahana/media publik seperti pertemuan ke khalayak, media massa, media elektronik dan media komunikasi berteknologi canggih lainnya.

(2) Perbuatan yang dilarang karena bersifat memuji diri sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 cakupan pasal (1) antara lain:

(a) Menggunakan gelar yang bukan menjadi haknya atau secara melawan hukum

(b) Mencantumkan gelar profesor atau gelar akademis atau sebutan keanggotaan profesi yang tidak berhubungan dengan pelayanan medis pada papan praktik, kertas resep, atribut praktik lainnya dan wahana/media publik sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan cakupan pasal 1 di atas.

(c) Mengiklankan diri, sejawat, almamater atau fasilitas pelayanan kesehatannya yang bertentangan dengan ketentuan hukum/disiplin yang berlaku seperti : fakta tidak akurat, tidak adil, tidak berimbang, berpihak, beritikad buruk, palsu, menipu, menghasut dan menyesatkan, mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, menonjolkan unsur kekerasan, mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan, serta membuat berita bohong, tnah, sadis dan cabul.

(3) Mengiklankan kemampuan/kelebihan-kelebihan yang dimilikinya baik lisan maupun tulisan, dalam berbagai wahana/media publik dalam dan luar negeri yang mengandung pernyataan superlatif, menyiratkan pengertian “satu-satunya” atau maknanya sama tentang keunggulan, keunikan atau kecanggihan pelayanan yang cenderung menyesatkan, pamer yang berselera rendah/buruk yang menimbulkan kehinaan profesi, termasuk namun tidak terbatas melalui:

(a) Wawancara/siaran publik yang terencana/menulis karangan popular sendirian untuk mempromosikan/memperkenalkan ciri dan cara dirinya sebagai satu-satunya pusat perhatian dalam mengobati suatu penyakit, tanpa persetujuan tertulis MKEK Pusat IDI.

(b) Tidak mencegah orang/pihak lain menyiarkan/menyebut-nyebut nama disertai foto diri dan hasil pengobatannya dalam wahana/media publik, apalagi yang bersifat permanen.

(c) Memberikan kesempatan langsung kepada orang awam menghadiri presentasi teknik baru pengobatan yang dilakukannya secara berlebihan, komersial dan/atau ajakan untuk mengunjungi/menggunakan jasa/produknya.

(d) Membagi-bagikan selebaran, kartu-nama dan identitas lain yang berkesan komersial.

(e) Melakukan semua hal-hal yang tertera dalam larangan tatacara periklanan sebagaimana ketentuan yang berlaku.

(4) Perbuatan berikut tidak dipandang sebagai memuji diri adalah sebagai berikut :

(a) Memasang iklan di media cetak, ukuran maksimum 2 kolom x 10 cm,secara patut dalam rangka pengenalan awal praktek, pengumuman cuti praktek, kembali buka praktek pasca cuti, berisi informasi nama, jenis spesialisasi, alamat, waktu praktek, nomor telpon seperti ketentuan papan nama praktek dengan nomor surat ijin praktek lengkap, tanpa disertai embel-embel ajakan apapun dan alasan cutinya.

(b) Memasang papan nama praktek ukuran maksimum 60 x 90 cm, dasar putih, huruf hitam, wajib mencantumkan nama, jenis spesialisasi, nomor surat ijin praktek, waktu dan seyogyanya juga nomor rekomendasi IDI, dengan penerang sewajarnya. Bagi praktek perorangan, dipasang di dinding bangunan bagian depantempat ia praktek atau dipancangkan di tepi jalan. Untuk rumah sakit, puskesmas, klinik bersama, kantor kesehatan merupakan papan nama kolektif dengan ukuran yang sewajarnya di pasang di bagian depan/dinding lorong masuk.

(c) Kertas resep, surat keterangan dokter, amplop dan kuitansi dokter berisi nama, jenis spesialisasi dan nomor surat ijin praktek, sepanjang sesuai dengan keperluan administratif sepatutnya.

(d) menjadi maksimal satu kali pemeran iklan layanan masyarakat dalam rangka promosi kesehatan masyarakatsuatu program resmi yang dibuat oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia yang telah direkomendasikan MKEK Pusat.Seyogyanya pemeran iklan adalah dokter yang tidak berpraktek. Untuk media elektronik dan internet harus terlebih dahulu disetujui oleh IDI dengan pertimbangan dari MKEK Pusat dan sesuai ketentuan yang berlaku.

(e) Pencantuman hanya nama dan jenis spesialisasi, tanpa foto diri, dalam iklan resmi yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang direkomendasikan oleh asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan yang diakui pemerintah dan IDI, hanya di media cetak dan dalam rangka globalisasi. Untuk media elektronik dan internet harus terlebih dahulu disetujui oleh IDI dengan pertimbangan dari MKEK Pusat. Untuk media internet harus dimuat di situs IDI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mutu pelayanan kedokteran adalah pemenuhan standar profesi dimana standar etik atau kode etik menjadi salah satu unsurnya. Dalam pelayanan, seorang dokter harus memegang teguh etika kedokteran yang menjadi penentu keluhuran profesi ini. Jika etika kedokteran tidak lagi dipegang teguh oleh dokter sebagai anggota IDI, maka profesi ini tidak lagi layak disebut sebagai profesi yang luhur.

Demikian semoga di pahami

dr. Beni Satria, M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Direktur Rumah Sakit
Pengurus PERSI SUMUT
Anggota TKMKB SUMUT
Sekretaris MKEK SUMUT
Mahasiswa S3 Hukum Kesehatan

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x