Saat diminta memberikan keterangan tentang Aspek Hukum Praktik Alternatif dan “dokter-dokteran” yang sedang marak.
Berikut tanggapan saya:
Pemakaian istilah alternatif sebenarnya tidak disebutkan dengan jelas dalam regulasi. Yg disebutkan adalah Pengobatan tradisional (Batra). Hal itu mengacu pada Kemenkes tahun 2003 yang masih mengadopsi UU Kesehatan Tahun 1992 (Sudah di cabut diganti dengan UU No 36 Tahun 2009).
Sekarang muncul PP No. 103/2014 istilahnya memakai upaya pelayanan kesehatan tradisional. Yg dibagi menjadi 3. Empiris, komplementer, integrasi. (1) Harap dibedakan tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan tradisional. (2) Harap dibedakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan fasilitas kesehatan tradisional
Tentang Tenaga Kesehatan
Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan disebut TENAGA KESEHATAN (UU No 36/2014)
Setiap orang yg memgabdikan diri dalam Bidang Pengobatan Tradisional, termasuk dalam Kategori Kelompok Tenaga Kesehatan Tradisonal (Pasal 11 ayat (1) huruf L) UU No 36/2014)
Lebih jelas tertuang dalam Pasal 11 ayat (13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
Kewajiban setiap Tenaga Kesehatan :
Sesuai UU No 36/2014 Pasal 58, Kewajiban tenaga kesehatan yg melakukan Praktik Pelayanan KesehatanPerseorangan, wajib :
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
Dan mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional. (Pasal 66 UU 36/2014)
Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan. (Pasal 68 UU 36/2014)
Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan (Pasal 70 UU No 36/2014)
Jika Orang tsb Ternyata Bukan Tenaga Kesehatan :
Jika yang bersangkutan ternyata bukan seorang Tenaga Kesehatan, dapat diancam dengan Pasal 83 UU No 36/2014
Pasal 83
“Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”
Ancaman Pidana bagi Tenaga Kesehatan :
Jika yang bersangkutan seorang Tenaga Kesehatan yang teregistrasi, ancamannya adalah Pasal 84, 85 dan 86 UU No 36/2014
Pasal 84
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 85
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 86
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pidana bagi setiap orang yg mengaku seolah-olah dokter :
Jika yang bersangkutan beperilaku seolah olah dokter, dapat diancam melanggar Pasal 77 atau 78 UUPK No 29/2004
Pasal 77
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”
Jika yang bersangkutan menggunakan alat/metode/cara yang menimbulkan kesan seolah-olah adalah dokter , diancam dengan Pasal 78 UUPK No 29/2004
Pasal 78
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”
Penegakkan Disiplin
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan
Pasal 49
(1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan.
Kewenangan Pemerintah Daerah :
Kewenangan Pemerintah Daerah, Pasal 7 huruf (f) UU No 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan : ” membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan melalui pelaksanaan kegiatan perizinan Tenaga Kesehatan”
Untuk menghindari dan mendidik masyarakat, KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) telah menerbitakan situs APLIKASI CEK DOKTER, setiap masyarakat hanya tinggal mengetikkan nama dokter tersebut di situs :
Apabila nama yang bersangkutan tidak muncul, kemungkinan besar bahwa yang bersangkutan bukan dokter. Untuk kepastian dapat mempertanyakan ke Kantor IDI Cabang Setempat dan Dinas Kesehatan Kab/Kota Setempat
Demikian, semoga dapat dipahami bersama.
dr. Beni Satria,M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Mahasiswa Doktoral (S3) Hukum Kesehatan
Direktur Rumah Sakit
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Pengurus Besar IDI (PB IDI)
Pengurus PERSI SUMUT
Anggota TKMKB PROV SUMUT
Sekretaris MKEK IDI SUMUT
NPA IDI : 68818