Terkait cuitan bapak @zaimsaidi yang mengatakan : “Divaksin atau tidak adalah hak orang tua. Membahas Vaksin dengan Para Dokter itu serupa dengan membahas miras dengan pemabok.”

Saat ini cuitan tersebut menjadi kontroversi, banyak tanggapan miring terhadap cuitan tersebut hingga @PBIDI memberi somasi.

Saya mencoba melihat tidak dalam konteks yang disomasi oleh Para Dokter karena “dianggap” serupa dengan Membahas Miras dengan Pemabok”. Saya mencoba membahas dari Sisi Hak Anak

BENARKAH DI VAKSIN ATAU TIDAK ADALAH HAK ORANGTUA?

Hak Asasi tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa saja! Dan tidak hanya orang dewasa saja yang hak asasinya harus dipenuhi. Anak – anak juga juga memiliki hak asasi yang sama dan harus dipenuhi.

Namun, seringkali hak asasi yang melekat pada anak (di)-luput- (kan). Penyebabnya tidak lain karena orang dewasa menganggap diri mereka lebih dari anak-anak; lebih tahu, lebih hebat, lebih penting. Sehingga kepentingan orang dewasa harus didahulukan. Sedangkan anak-anak, hanya dianggap sebagai anak-anak. Manusia yang belum dewasa, tidak tahu apa-apa, bertubuh kecil, dan harus patuh pada orang dewasa. Anak-anak kemudian mendapatkan prioritas ke sekian setelah orang dewasa.

Rasa lebih tersebut membuat orang dewasa ingin mengatur semuanya sesuai dengan cara pandang dewasanya. Sesuatu yang penting menurut orang dewasa dengan segera diputuskan penting bagi anak-anak. Bahkan mengorbankan anak-anak. Sesuatu yang penting menurut anak seringkali diremehkan dan diacuhkan oleh orang dewasa. Termasuk IMUNISASI.

Anak dimaknai sebagai anugerah atau karunia Tuhan, titipan ilahi, amanah Tuhan yang harus dijaga, dilindungi, diperhatikan, dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Pemahaman yang paling sering luput dari perhatianM Yaitu anak sebagai manusia yang mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa lainnya. Sebagai manusia, anak dilahirkan merdeka dan mempunyai hak asasi. Sama dengan manusia lainnya, anak dikarunia akal budi dan hati nurani. Anak adalah individu unik yang memiliki kekhasannya sendiri. Hanya kematangan fisik dan mental yang membedakan anak-anak dengan orang dewasa.

Perbedaan inilah yang membuat anak-anak bergantung pada orang dewasa. Namun, perbedaan ini tidak membuat anak-anak menjadi “bukan manusia” atau “setengah manusia”. Anak-anak dengan segala kekurangan dan ketidakmampuannya, adalah manusia yang memiliki hak.

BATASAN DEFINISI ANAK
Pengertian tentang anak sangatlah luas. Bahkan para ahli pun punya pendapat yang berbeda-beda. Seorang psikolog akan berbeda pendapat dengan seorang ahli hukum. Seorang sosiolog akan memiliki pendapat yang berbeda dengan seorang ahli kesehatan. Namun demikian, upaya untuk mendefinisikan pengertian anak tidaklah berhenti.

Berdasarkan Konvensi (kesepakatan internasional) Hak Anak, “seorang anak berarti setiap manusia di bawah usia 18 tahun”. Pengertian ini membatasi definisi anak berdasarkan tingkat umur. Ini adalah definisi yang paling umum dan diakui secara internasional.

Pembatasan usia hingga 18 tahun tidak mengikat semua negara. Konvensi Hak Anak memberi ruang bagi tiap negara untuk membuat aturan khusus tentang pembatasan usia. Itulah sebabnya tiap-tiap negara mempunyai batasan usia yang berbeda. Di Indonesia, pembatasan usia anak diatur dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara resmi, berdasarkan UU ini, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

HAK ANAK :

HAK ANAK adalah HAK ASASI yang dimiliki oleh setiap anak di dunia. Hak ini melekat dalam diri anak dan tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. HAK ANAK merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang secara khusus memperhatikan Anak.

Secara internasional, perhatian terhadap Hak Anak dituangkan dalam perjanjian (kesepakatan) internasional yang bernama KONVENSI HAK ANAK. Indonesia adalah salah satu negara yang menyepakati dan ikut menandatangani perjanjian ini. Indonesia mengaturnya dalam Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Seorang Anak berhak dilindungi, termasuk Perlindungan terhadap Penyakit yang akan mungkin di deritanya nanti. Pelanggaran terhadap Perlindungan hak-hak anak, selain pelanggaran terhadap Hak-hak Asasi Manusia juga merupakan penghalang besar, kurang dikenali dan terlalu sedikit dilaporkan bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Terkait dengan Anak dapat menjadi Korban karena mengabaikan Hak Perlindungan terhadap Penyakit, akan dapat beresiko :
– Hidup lebih pendek
– Memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk
– Mengalami masalah – masalah yang berkaitan dengan pendidikannnya (termasuk putus sekolah)
– Memiliki ketrampilan yang buruk sebagai orangtua
– Menjadi tunawisma, terusir dari tempat tinggalnya dan tidak memiliki rumah

Hak Anak dalam Pandangan Islam
Islam mempertimbangkan bahwa masalah hak anak sangatlah penting, dikarenakan anak merupakan dasar dari lingkungan yang sehat. Islam mendorong pria dan wanita untuk menikah dan memilih pasangan hidupnya yang terbaik menurut mereka karena memiliki pasangan yang tepat merupakan dasar bagi terbentuknya rumah tangga yang baik dan yang nantinya dapat menjadi tempat untuk mendidik anak.

  1. Syariat Islam memerintahkan sudah menjadi kewajiban (orangtua dan masyarakat) untuk melindungi janin dari segala sesuatu yang dapat membahayakan sang ibu seperti bahaya dari racun dan obat-obatan.
  2. Anak memiliki hak untuk selamat sejak dia dalam masa kehamilan; hak ini dalam arti ia tidak boleh dilanggar dengan aborsi atau melakukan sesuatu yang dapat mengakibatkan cacat secara fisik pada sang anak.
  3. Setiap anak memiliki hak fisik dan moral. Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral antara lain : diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya dan mendapat bimbingan dalam bidang agama dan moral.
  4. Seorang anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain; pemerintah dan masyarakat seharusnya bisa melihat dengan jelas hak-hak mereka.
  5. Anak memiliki hak untuk disusui selama 2 tahun.
  6. Seorang anak memiliki hak untuk berada dalam lingkungan yang bersih dan layak dan jika dalam suatu kasus dimana orang tua sang anak berpisah maka sang anak harus tetap dalam asuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Jika hal ini tidak memungkinkan maka  sang anak harus dalam pengasuhan keluarganya yang terdekat seperti yang tertera jelas dalam syariat Islam.
  7. Kesejahteraan dan hidup sang anak harus dalam pengawasan keluarganya sampai dia mencapai usia yang cukup dan dianggap dapat bertanggung jawab.
  8. Hak untuk mendapat pendidikan moral yang baik, menerima pendidikan dan pelatihan yang baik, mempelajari keahlian-keahlian yang dapat membawanya untuk nantinya mampu  menunjang hidupnya serta mampu untuk mandiri adalah beberapa hak anak yang cukup penting. Anak-anak yang berbakat mesti diberikan perhatian yang khusus sehingga energinya dapat berkembang dengan baik. Semuanya ini harus dilakukan dalam tatanan syariat Islam.
  9. Islam mengingatkan orang tua dan masyarakat agar tidak melalaikan anak, yang berdampak anak akan merasa kesepian dan kehilangan. Islam juga melarang eksploitasi anak dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka.
  10. Islam menganggap menyalahgunakan hak berkeyakinan anak, membahayakan hidup mereka, mengeksploitasi secara sex, menyalahgunakan harta benda mereka dan mencuci otak mereka adalah merupakan kejahatan yang nyata.

Sabda Rasul SAW: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.” (HR. Bukhari).

PEMBAGIAN HAK ANAK
Secara umum, Hak Anak dibagi dalam 4 (empat) bagian besar, yaitu:

  1. Hak Hidup (Kelangsungan Hidup)
    Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. Untuk mencapainya, negara harus menjamin kelangsungan hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Negara juga berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer (Pasal 24). Dalam penerapannya, negara berkewajiban untuk melaksanakan program-program:
    • melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak,
    • menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan,
    • memberantas penyakit dan kekurangan gizi,
    • menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu,
    • memperoleh imformasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi,
    • mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta penyuluhan keluarga berencana, dan,
    • mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk terhadap pelayanan kesehatan.

Terkait dengan itu, hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa:
• hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan semenjak dilahirkan (Pasal 7),
• hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri anak (nama, kewargnegaraan dn ikatan keluarga) (Pasal 8),
• hak anak untuk hidup bersama (Pasal 9), dan hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang bertangung jawab atas pengasuhan (Pasal 19),
• hak untuk mmemperoleh perlindungan khusus bagi bagi anak- anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak (Pasal 20),
• adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 21),
• hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan latihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi (Pasal 23),
• hak anak menikmati standar kehidupan yang memadai dan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).

2. Hak Perlindungan
Adalah hak setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dari semua hal yang dapat melukai dan menghambat hidup dan tumbuh kembangnya secara sempurna. Hak ini melindungi anak dari terjadinya kesakitan, kematian, diskriminasi, kekerasan fisik, kekerasan seksual, perdagangan manusia, pekerja anak, keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi, dll.
Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk
• perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan
• hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara.
Perlindungan dari ekploitasi, meliputi
• perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi,
• perlindungan dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan perkembangan anak,
• perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi,
• perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak, dan
• perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan pelanggaran hukum.

3. Hak Tumbuh Kembang
Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan secara bertahap dari organ dan jaringan tubuh. Berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Hak Tumbuh Kembang adalah hak yang dimiliki setiap anak untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara sempurna menjadi manusia dewasa. Hak tumbuh berkembang meliputi segala bentuk pendidikan (formal maupun non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak menyebutkan,
• negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma,
• mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau oleh setiap anak,
• membuat imformasi dan bimbingan pendidikan dan ketrampIlan bagi anak, dan
• mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

Hak tumbuh kembang juga meliputi
• hak untuk memperoleh informasi,
• hak untuk bermain dan rekreasi,
• hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya,
• hak untuk kebebasan berpikir dan beragama,
• hak untuk mengembangkan kepribadian,
• hak untuk memperoleh identitas,
• hak untuk didengar pendapatnya, dan
• hak untuk memperoleh pengembangan kesehatan dan fisik.

4. Hak Partisipasi
Adalah hak anak untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya. Hak yang terkait dengan itu meliputi:
• hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya,
• hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk mengekpresikan,
• hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung, dan
• hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindungi dari informasi yang tidak sehat.

Perlu diingat, bahwa semua hak-hak tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Semua hak-hak tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Satu tindakan yang melukai salah satu hak akan mengakibatkan terlukainya hak yang lain juga. Kegagalan pemenuhan salah satu hak akan mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam pertumbuh-kembangan anak.

Misalnya, kegagalan dalam pemenuhan hak anak untuk mendapatkan asupan makanan yang bergizi akan mempengaruhi hak hidup dan tumbuh-kembangnya. Gangguan terhadap tumbuh kembangnya akan mengurangi tingkat kecerdasan anak dan sekaligus mengurangi kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam kehidupan. Dan juga terkait pemenuhan hak untuk mendapatkan akses pencegahan penyakit (Imunisasi) yang akan menimbulkan hambatan tumbuh kembang dan kecacatan pada organ tubuhnya.

Salah satu upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit menular adalah dengan meningkatkan kekebalan individu terhadap penyakit menular dengan pemberian imunisasi.

Terkait tentang IMUNISASI, Maka para orangtua harus memahami beberapa fakta dan data yang telah ada :

  1. Angka kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi masih cukup tinggi, yaitu sekitar 120.000 setiap tahunnya. Untuk mencegah kematian, kesakitan dan cacad pada anak telah dilaksanakan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) yang dimulai sejak tahun 1977 dengan vaksinasi BCC, DPT dan TT. Pada tahun 1980 vaksinasi polio masuk dalam kegiatan tersebut dan yang terakhir vaksinasi campak pada tahun 1982.
  2. Hasil penelitian Bambang Heriyanto,dkk (1990) menunjukkan bahwa pada umur 5—8 bulan kedua jenis vaksin tersebut dapat memberikan rasio serokonversi yang cukup tinggi, yaitu masing-masing sebesar 63,6% dan 87,2% untuk vaksin AIK-C dan BioFarma dengan kadar anticampak masing-masing sebesar 20,9 dan 19,7 dengan Uji Hambatan Hemaglutinasi. Lebih lanjut dapat diketahui bahwa umur 9—14 bulan merupakan umur optimal anak untuk imunisasi campak dengan kedua jenis vaksin, oleh karena pada umur tersebut rasio serokonversi yang dihasilkan sebesar 93,7% dan 100% untuk jenis vaksin AIK-C dan BioFarma, sedangkan kadar zat anticampak yang dihasilkan rata-rata sebesar 33,3 dan 24,9 masing-masing untuk vaksin AIK-C dan BioFarma.
  3. Kasus poliomielitis di Indonesia menurut WHO, tahun 1981 sampai tahun 1983 bertuput-turut dijumpai 941 (1981), 218 (1982) dan 57 kasus (1983)1 . Sedangkan menurut Departemen Kesehatan, kasus poliomielitis dari tahun 1981 sampai tahun 1986 adalah sebanyak 160 (1981), 88 (1982), 102 (1983), 86 (1984), 76 (1985) dan 32 (1986)3 . Perbedaan data yang disajikan oleh WHO dan Departemen Kesehatan ini menunjukkan belum sempurnanya sistim pelaporan rumah sakit sentinel3 , namun baik dari laporan WHO maupun Departemen Kesehatan kasus poliomielitis menunjukkan kecenderungan menurun.
  4. Sampai saat ini telah dapat dibuktikan bahwa imunisasi telah dapat menurunkan angka kematian bayi di negara kita menjadi 80 tiap 1000 kelahiran hidup, yang dalam Pelita V nanti diharapkan menjadi 40 tiap 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian program PPI (Pengembangan Program Imunisasi) akan merupakan program yang mendapat prioritas utama “dalam program pemerintah di bidang kesehatan sampai paling tidak pada Pelita ke V1 (Sumber : majalah CDK No 66, 1991)
  5. Imunisasi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dapat menyelamatkan berjuta-juta anak dari kematian setiap tahunnya (Sumber : majalah SDK No 66, 1991)
  6. Dengan imunisasi Jumlah penderita Tetanus (anak dan neonatorum) juga. cenderung berkurang (Sumber : CDK No 66, 1991)
  7. Penelitian Enny Muchlastriningsih dari Pusat Pene,itan Pengembangan Pemberantasana Penyakit, Balitbangkes, depkes RI 2005 menyimpulkan : “Penyakit – Penyakit Menular dapat dicegah dengan Imunisasi di Indonesia”
  8. Penyakit campak masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, mengingat masih adanya kasus dan wabah campak di beberapa daerah di Indonesia. Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit campak adalah diare, pneumonia, otitis media dan limfadenopati. Salah satu upaya untuk mengatasi infeksi campak adalah dengan meningkatkan respon imunitas tubuh, yang diperoleh dengan cara imunisasi atau dari infeksi alam. (Sarwo Handayani, Balitbangkes , Depkes RI, CDK No 148 , 2005)

Dalam Sidang Istimewa Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Anak pada tahun 2000, Negara-negara anggota mengikatkan diri dalam deklarasi tentang “Sebuah Dunia yang Sesuai untuk Anak” (A World Fit-for Children), sebagai dokumen hasil dari pertemuan itu, untuk membangun “suatu dunia dimana anak-anak perempuan dan laki-laki dapat menikmati masa kanak-kanaknya … dimana mereka dicintai, dihormati dan dihargai … dimana keamanan dan kesejahteraannya menjadi hal yang paling penting dan dimana mereka dapat berkembang dan tumbuh secara sehat, damai dan bermartabat”. Sentimen-sentimen ini melewati batas-batas standar hukum. Setiap budaya di dunia menghargai anak-anaknya; meskipun demikian kita terus saja gagal melindungi mereka.

Tujuan mendasar dari perlindungan anak adalah untuk menjamin bahwa semua pihak yang berkewajiban mengawal perlindungan anak mengenali tugas-tugasnya dan dapat memenuhi tugas itu.

Karena secara etika dan hukum harus ada, perlindungan anak merupakan urusan setiap orang di setiap tingkatan masyarakat, dan di setiap bidang tugas. Perlindungan anak menciptakan kewajiban/tugas bagi presiden, perdana menteri, hakim, guru, dokter, tentara, orang tua dan bahkan anak-anak sendiri

Menurut Konvensi, tanggung jawab utama membesarkan anak berada di pundak orang tua. Ketika orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab itu, Negara memiliki tanggungjawab untuk membantu mereka. Meskipun demikian, pada saat yang sama, pasal 19 merujuk tanggung jawab Negara untuk “melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang merawat anak tersebut.“

Kepentingan Terbaik Anak
Pasal 3 Konvensi Hak-hak Anak mempersyaratkan bahwa:
Dalam semua tindakan yang berkenaan dengan anak, apakah dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan, penguasa administratif atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.

Pasal 27 mengakui hak-hak setiap anak atas standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosialnya, dan menunjukkan bahwa orang tua memiliki tanggungjawab utama untuk memberikan kondisi kehidupan yang memadai sejauh mereka mampu melakukannya.

Ketika orangtua tidak mampu menyediakan lingkungan sehat dan aman yang sesuai untuk perkembangan, bahkan dengan bantuan sekalipun, bagi anak-anaknya, maka anak tersebut harus diambil dari keluarganya.

Kriteria operasional untuk memindahkan anak dari rumah, sesuai dengan pasal 9 Konvensi tersebut, adalah bahwa “pemisahan seperti itu diperlukan demi kepentingan terbaik anak”. Anak-anak yang diambil dari rumahnya memiliki hak untuk mendapatkan perawatan alternatif yang sesuai”.

Ditemukan kembalinya kasus polio di Sukabumi, Jawa Barat tentu menyadarkan kita bahwa masalah imunisasi merupakan hal yang perlu ditangani secara lebih serius

Awal Mula cakupan Vaksin Measles Rubella (MR) adalah 80 %, 20 % dari Populasi diestimasikan tidak mendapatkan Vaksin, termasuk Kaum Antivaks. Dengan anggapan yang tidak mendapat vaksin mendapatkan Herd Imunity. Namun kenyataanya tidak seperti itu. 20 % Populasi “berkumpul” membentuk “masyarakat baru”. Inilah yang mengakibatkan Congenital Rubella Synd seperti Bayi Lahir tuli, bisu, cacat, dll. Salah Satu Tujuan Vaksinasi adalah Mengeradikasi Suatu Penyakit  

Imunisasi merupakan salah satu intervensi paling efektif untuk mencegah penyakit menular seperti yang telah dibuktikan banyak negara. Di Indonesia, dalam kurun waktu Repelita IV 1984 – 1989 program imunisasi merupakan prioritas utama bidang kesehatan. Hal ini disebabkan masih tingginya tingkat kematian bayi yang antara lain disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Dari hasil pengamatan, survei maupun studi yang dilakukan di Indonesia, ternyata sampai saat ini setiap tahunnya masih jutaan anak yang tertular penyakit tersebut dengan akibat sekitar 120.000 kematian, atau satu anak setiap 5 menit.

Aspek Hukum Vaksinasi :

  1. UU Kesehatan No 36 Tahun 2009;

Pasal 130 ” Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan Anak”

Pasal 132 ayat (3) “Setiap Anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi”.

  1. UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014; “Setiap Anak berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan. Termasuk Imunisasi”
  2. UU Wabah Penyakit No 4 Tahun 1984 ; “Siapa saja yang menghalangi pelaksanaan Penanggulangan wabah penyakit Menular, diancam Pidana selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda paling banyak 1 juta rupiah”.

Vaksinasi untuk melindungi manusia dari berbagai penyakit sudah cukup berhasil. Namun demikian dengan teknik konvensionil pembuatan vaksin sangat terbatas baik kuantitas maupun jenis vaksinnya, untuk inilah sangat dibutuhkan peran dan tanggungjawab pemerintah dan peneliti dalam memproduksi vaksin yang aman bagi warganya.

Saat ada sebagian oknum berpendapat bahwa imunisasi adalah hak orangtua, dimanakah hak anak? Hak Mereka untuk dilindungi dari Penyakit? Hak Mereka untuk tidak mengalami kecacatan akibat penyakit yang sebenarnya dapat dilindungi dengan Imunisasi? Hak mereka untuk hidup sehat tanpa tertular dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi?

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x