Assalamualaikum dr.beni
perkenalkan nama saya dr. RN, Kebetulan saya baru mau buka praktek pribadi di rumah saya. Yang sebelumnya saya praktek di klinik skincare sudah bbrapa tahun ini. Saya mau nanyain untuk aturan pembuatan plang dokter,,,bisakah di plang praktek dokter umum itu ditambahkan (menerima konsultasi eststik atau skincare) seperti itu dokter? Atau mgkin mnyalahi standar aturan yang ada? Mohon pencerahnnya dokter terimakasih????

Jawab
Waalaikumsalam, wr,wb
Terima kasih untuk pertanyaannya

Sesuai UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004 pasal 41.
Dokter yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama praktik kedokteran.”

UU Praktik Kedokteran No 29/2004 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.2052 tahun 2011 tentang Izin Praktik Kedokteran, pada Pasal 26 ayat (2) disebutkan papan nama harus memuat nama dokter atau dokter gigi, nomor STR, dan nomor SIP.

Sifat plank dokter adalah memberitahukan bahwa sejawat praktek. Dan dihindari sifat “mengiklankan diri”.

Bagi praktik perorangan, dipasang di dinding bangunan bagian depan atau dipancangkan di tepi jalan.

Untuk rumah sakit, puskesmas, klinik bersama, kantor kesehatan merupakan papan nama kolektif dengan ukuran yang sewajarnya dipasang di bagian depan/dinding lorong masuk.

Organisasi profesi dokter, yaitu Ikatan Dokter Indonesia, melalui Kode Etik Kedokteran Indonesia memberi ketentuan terkait papan nama praktik dokter sebagai berikut :

Aturan papan nama berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) penjelasan pasal 4 yaitu:
* Ukuran 40 x 60 cm (maksimal 60 x 90 cm).
* Dengan dasar cat putih dan huruf hitam.
* Pada papan nama tercantum Nama Gelar yang sah dan jenis pelayanan sesuai dengan Surat Ijin Praktik, serta Waktu Praktik.
* Apabila tempat praktik berlainan dengan tempat tinggal, dapat ditambah alamat rumah dan nomor telepon.
* Papan nama tersebut tidak boleh dihiasi warna dan penerangan yang bersifat iklan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam KODEKI 2012 Pasal 3 : kemandirian Profesi. Dalam melakukan pekerjaan kedokteran seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Penjelasan cakupan Pasal butir (3) menjelaskan : melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung dalam segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan atau mengiklankan dirinya, barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud Pasal 3, cakupan pasal butir 1 dan 2 di atas guna kepentingan dan keuntungan pribadinya, sejawat/pihak lain kelompoknya

Dengan mencantumkan (menerima konsultasi eststik atau skincare, hanya melayani anak, khusus penyakit dalam, khusus bedah, dll) hal ini tentu dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran Etik. yaitu “mengiklankan diri”, yang berbunyi : “ Seorang Dokter dilarang Mengiklankan diri, sejawat, almamater atau fasilitas pelayanan kesehatannya yang bertentangan dengan ketentuan hukum/disiplin yang berlaku” (Pasal 4 KODEKI 2012 butir (2) huruf (c) dan butir (3))

Dengan mencantumkan ( menerima konsultasi eststik atau skincare, hanya melayani anak, khusus penyakit dalam, khusus bedah, dll) dapat dianggap sebagai suatu perbuatan pelanggaran disiplin yaitu : “Mengiklan kemampuan / pelayanan atau kelebihan kemampuan / pelayanan yang dimiliki baik lisan maupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan” ( KepKonsil No 17/2006 butir 24 tentang Pedoman Penegakan dzisiplin Profesi Kedokteran Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran)

Walau sering berhasil “menyembuhkan” pasien, seorang dokter tidak boleh takabur, sombong dan kemudian memuji diri sendiri, karena yang menyembuhkan sesungguhnya hanyalah Tuhan Yang Maha Esa. Ia harus sadar bahwa pengetahuan, ketrampilan profesi dan hasil pengobatan terhadap pasiennya adalah karena karunia, kemurahan dan ridhoNya semata yang pada suatu saat pasti berakhir. Dalam sistem kedokteran modern hasil pengobatan ditentukan oleh banyak faktor

Masyarakat dan khususnya pasien jangan dibuat bingung oleh penamaan atau sebutan dokter, karena kompetensi dan kewenangan melakukan praktik kedokteran sudah memadai dengan gelar dokter dan spesialisasi yang dimilikinya, sesuai ketentuan perundang-undangan.

Di depan khalayak melalui wahana publik, apalagi dunia internet yang mengglobal dapat dengan mudah menggelincirkan dokter berperilaku memuji diri sendiri dan komersialisasi sekaligus. Kemajuan ipteks dalam kebaruan dan komunikasi informasi yang mengusung ide “kemampulaksanaan” harus diseimbangkan dengan kendali diri dokter, karena etika mempertanyakan “keharusan seperti itukah ?”

Maka sesuai dengan Peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Kedokteran diatas Hanya diperbolehkan mencatumkan gelar akademis atau sebutan profesi yang berhubungan dengan pelayanan medis. Tanpa menyertai embel-embel ajakan apapun. Pencatuman hanya nama dan jenis spesialisasi, tanpa foto diri.

Demikian, semoga bermanfaat dan dapat dimaklumi.

dr. Beni Satria,M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Mahasiswa Doktoral (S3) Hukum Kesehatan
Direktur Rumah Sakit Sarah
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Pengurus Besar IDI (PB IDI)
Pengurus PERSI SUMUT
Pengurus ARSSI SUMUT
Anggota TKMKB PROV SUMUT
Sekretaris MKEK IDI SUMUT

2
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x