Masih sehubungan dengan visum dok. Ada tidak dasar hukum ttg pembuatan visum di puskesmas apabila dokter sedang tdk ditempat dan pemeriksaan diwakili oleh perawat piket yg sedang bertugas saat itu karena dokternya cuma 1

Jawab :

Terima kasih atas pertanyaannya

Visum et repertum, diatur dalam Pasal 133 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena perstiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

Patut dicatat dan kita ketahui bersama bahwa Permintaan Visum harus dari Pihak Kepolisian dan dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat (Pasal 133 ayat (1) KUHAP)

Dalam Keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan Pelayanan di luar kewenangannya dan kewenangan ini diatur dengan Peraturan Menteri ( Pasal 63 UU No 36/2014)

Pelimpahan Wewenang :
Setidaknya ada dua standar umum wewenang, yaitu :
(1) Penggunaan wewenang berdasarkan Peraturan Perundang – undangan yang berlaku
(2) Penggunaan wewenang tidak boleh merugikan pihak/orang lain

Tindakan Kedokteran dapat dilakukan oleh Perawat apabila ada Surat Pelimpahan Kewenangan dari dokter, sebagaimana diatur pada Pasal 23 ayat (1) Permenkes No 2052/2011, tetapi dalam Permenkes tersebut tidak terdapat Penjelasan yang tegas mengenai Standar Operasional Prosedur Pelimpahan Wewenang.

Berdasarkan Pasal 23 Permenkes 2052/2011, dapat diketahui syarat-syarat untuk sahnya Pelimpahan Kewenangan Tindakan Kedokteran kepada Perawat yaitu : Pelimpahan dilakukan secara tertulis. Pasal 23 sangat jelas disebutkan bahwa bentuk pelimpahan wewenang yang diberikan dokter kepada perawat harus dilakakan secara tertulus.

Pasal 10 ayat (1) Permenkes No.HK.02.02/Menkes/148/I/2012 : “Dalam Keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8”.

Dalam Buku KKI tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik, hlm 23 Point 9.7 (56) dijelaskan :
“ Pendelagasian wewenang kepada Perawat, Mahasiswa Kedokteran, Peserta Program Pendidikan dokter Spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dokter yang mendelegasikan tetap menjadi penanggungjawab atas penanganan pasien secara keseluruhan”.

Pelimpahan dari Dokter kepada Perawat (tenaga Kesehatan) juga telah diatur dalam UU Tenaga Kesehatan, Pasal 65 berbunyi :

(1) Dalam hal melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima Pelimpahan Tindakan Medis dari Tenaga Medis
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan :
a. Tindakan yang dilimpahkan termasuk kemampuan dan ketrampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
b. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggungjawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan
d. tindakan yang dilimpahkab tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan

Dari Aspek Hukum Perdata, Pelimpahan wewenang lahir karena persetujuan/ perjanjian dan harus dilakukan secara tertulis yang didahului dengan kesepakatan antara pemberi wewenang (dokter) dengan Perawat yang tertuang dalam Surat Pelimpahan , hal ini didasarkan pada ketentuan Kitab Undang-Undang hukum Perdata Pasal 1233, Pasal 1234, Pasal 1320.

Pasal 1233, “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang undang

Pasal 1234. “ Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”.

Pasal 1320, “supaya persetujaun sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1. kesempatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk embiat suatu perikatan, 3.suatu pokok persoalan tertentu, 4. suatu sebab yang tidak terlarang.

dari penjelasan diatas, apabila terjadi permasalahan yang dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan tugas pelimpahan wewenang dalam tindakan medis dan batas kewenangan yang diberikan, tanggungjawab dibebankan kepada dokter sebagai pemberi wewenang atau dibebankan secara berjenjang kepada pengambil kebijakan di atasnya

Demikian, semoga dapat dipahami bersama.

dr. Beni Satria,M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Mahasiswa Doktoral (S3) Hukum Kesehatan
Direktur Rumah Sakit
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Pengurus Besar IDI (PB IDI)
Pengurus PERSI SUMUT
Anggota TKMKB PROV SUMUT
Sekretaris MKEK IDI SUMUT
NPA IDI : 68818

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x