Boleh meNarifkan Surat Sakit ?
Selamat malam dokter. Saya xxx. Tau dokter dari postingan tentando sura sakit yang banyak dishare di sosial media. Dokter saya mau bertanya. Bila ada klinik yang menarifkan surat keterangan sakit ketika kita berobat aturannya seperti apa ya dok? Padahal kan surat sakit diberikan dokter bukan diminta pasien. Pasien täta berobat tetapi di TARIF kan (disuruh bayar) Surat Sakitnya. Bukankah itu juga termasuk qual beli sura sakit dokter? Terima Kasih sebelumnya.
Jawab :
Terima Kasih atas pertanyaannya
Surat adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya.
Surat Keterangan Sakit adalah Kewenangan seorang Dokter atau dokter Gigi (Lihat UUPK No 29/2004 Pasal 35 ayat (1) jo Permenkes 2052/2011 Pasal 20 ayat (1))
Menurut Prof dr. Budi Sampurno,SpF; Surat Keterangan Sakit harus dibuat berkaitan dengam keadaan sakit tertentu dan ditujukan utk upaya penyembuhan penyakit tersebut (KODEKI 2012). Pemberian surat sakit harus melalui prosedur pemeriksaan yg lege artis dan pasien bener2 membutuhkan istirahat utk memulihkan kondisi kesehatannya, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk memberikan Surat Keterangan seorang dokter harus mengacu pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI 2012) dan Peraturan perundang-undanganyg berlaku, sehingga tidak mudah bagi pasien atau siapapun meminta Surat Keterangan Sakit yang berpotensi disalah gunakan, karena berdasarkan Pemeriksaan dokter, dokterlah yang berhak menentukan apakah pasien perlu mendapatakan Surat keterangan sakit dan membutuhkan Istirahat krn kondisi penyakit yg dideritanya.
Seorang dokter yang terbukti telah memberikan surat keterangan sakit kepada pasien tanpa melalui prosedur yg ditentukan tsb jelas secara moral dokter telah melanggar kode etik profesi dan disiplin kedokteran.
Pasal 7 KODEKI disebutkan ;
”seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya“.
Pelanggaran Disiplin kedokteran dalam Butir ke-8 Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran berbunyi;
“Membuat Surat Keterangan Medik yang tidak didasarkan kupada hasil Pemeriksaan yang diketahui secara benar dan patut” (Lihat keputusan KKI No 17 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran)
Bagi Dokter yang dengan sengaja mengeluarkan Surat Keterangan Sakit tanpa melakukan Pemeriksaan terhadap diri pasien secara langsung juga dapat dituduh membuat Surat Keterangan Palsu dengan ancaman 4 tahun Penjara.
Membuat surat palsu ialah membuat yang isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat surat demikian rupa, sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Pegawai polisi membuat proses verbal yang berisi sesuatu kriteria yang tidak benar dari orang yang menerangkan kepadanya, tidak masuk pengertian membuat proses verbal palsu. Ia membuat proses verbal palsu, apabila pegawai polisi itu menuliskan dalam proses verbalnya lain daripada hal yang diceritakan kepadanya oleh orang tersebut.
Pasal 267 ayat (1) KUHP
“seorang dokter yang dengan sengaja membuat surat keterangan palsu tentang ada tidaknya penyakit-penyakit, kelemahan atau cacat, dapat dijatuhi hukuman penjara paling tinggi 4 tahun.”
Tentang Memperjual belikan Surat Keterangan Sakit.
Profesi dokter bukanlah pedagang, yang akan mencari keuntungan. Imbalan jasa profesionalnya dilandasi pertolongan kemanusiaan dan pasien mengucapkan terima kasih sekaligus membalasnya dengan pemberian imbalan sebagai suatu kehormatan atas keluhuran itu. (Lihat Penjelasan KODEKI pasal 7 cakupan pasal 17)
Tugas utama dokter pengobat Adalah mengobati pasien. Hal ini juga untuk mencegah dimanfaatkannya dokter oleh pihak tertentu yang terkena masalah hukum atau disalah gunakan.
KODEKI Pasal 3 cakupan pasal (7):
“Dokter dilarang menyalahgunakan hubungan profesionalnya dengan/terhadap pasien dan/atau keluarganya demi keuntungan pribadi”.
KODEKI Pasal 3 cakupan pasal (17);
“Setiap dokter seyogyanya tidak menarik honorarium sejumlah yang tidak pantas dan bertentangan dengan rasa perikemanusiaan.”
Pasal 23 dan 24 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: “Selama memberikan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi dan Harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur.”
Bila ada klinik yang menarifkan surat keterangan sakit.
Dalam menarifkan surat keterangan sakit, klinik (fasilitas pelayanan Kesehatan) harus mengacu pada regulasi yang telah diatur, Menarifkan Surat Keterangan Sakit yang dikeluarkan Oleh dokter harus dilakukan atas informasi yang benar serta dilakukan atas sepengetahuan dan persetujuan dokter yang mengeluarkan, dan pelayanan Kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai Materi.
Pasal 23 dan 24 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
“Selama memberikan pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi” Harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur.
Pasal 35 PMK No 9 Tahun 2014 ttg Klinik;
“Setiap Klinik wajib memberikan informasi yang benar tentang Pelayanan yang diberikan, melaksanakan fungsi sosial”.
Pasal 36 huruf (a) PMK No 9 Tahun 2014 ttg Klinik;
“Setiap Klinik berhak menerima imbalan jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan perundang – undangan”.
Bila dokter tidak setuju karena berpotensi melanggar etik dan hukum, namun Klinik tetap memperjualbelikan maka Klinik lah yang harus bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut dan bila Klinik ternyata memalsukan surat keterangan dokter (dilakukan tanga sepengetahuan dokter) selain melanggar ketentuan dapat dikenakan pidana membuat surat palsu dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 268 KUHP
1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
2. Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu.
Maka berdasarkan regulasi diatas, bagi klinik yang terbukti memperjualbelikan Surat Keterangan Sakit tanpa persetujuan dokter berpotensi melanggar etik dan hukum. Sebaiknya organisasi profesi (IDI) dan atau MKEK IDI cabang bersama Persatuan Klinik/ Asosiasi Klinik/ Pelayanan Kesehatan yang diberikan hak dan tanggungjawab atas mutu pelayanan kedokteran dapat mengingatkan dan menjelaskan regulasi yang ada.
Demikian semoga dapat dipahami.
– Beni Satria –
Pemerhati Hukum Kesehatan
Sekretaris Prodi Magister Hukum Kesehatan UNPAB
Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia (ADHKI)
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI)
PERSI SUMUT – ARSSI SUMUT – MKEK SUMUT.