Spesialis Penyakit Dalam atau Spesialis Paru ? Clinical Previllage dan Clinical Appointment.
Assmlkm dok, saya xxx Mau tanya dikit boleh ya. Di RS wilyah kerja kami ada dr Spesialis Penyakit dalam dan ada juga Spesialis Paru, Memang iya SpPD punya kompetensi untuk melayani paru akan tetapi terapi yg di berikan bukan terapi paru, cuma dikasih anti biotik, hari rawatan 3 hari misal diare ditemukan pneumoni. Dan ga ada di konsulkan ke dr Spesialis Paru nah kasus ini sangat banyak di RS wilayah kami. Bagaimana pandangan dr beni selaku TKMKB. Apa tindakan kita untuk meluruskan hal itu.
Jawab
Waalaikumsalam, terima kasih utk pertanyaannya.
Kembali kepada Hospital by Law dan Kebijakan Direktur RS. Apakah RS sudah Memiliki Clinical Previllage dan Clinical Appointment?
Rumah sakit harus mengatur pemberian kewenangan klinis (clinical privillage) setiap staff medis sesuai dengan kompetensi yang nyata. Pemberian kewenangan klinis tersebut harus melibatkan komite medis yang dibantu oleh mitra bestarinya (peer group) sebagai pihak yang mengetahui masalah keprofesian dokter yang bersangkutan seusia PMK No 755/2011.
Rincian kewenangan klinis (delination of clinical privillage) setiap spesialisasi di RS ditetapkan oleh Komite medik dengan berpedoman pada norma keprofesian yang ditetapkan oleh kolegium setiap spesialisasi.
Kewenangan klinis seorang staff medis tidak hanya di dasarkan pada kredensial tehadap kompetensi keilmuan dan ketrampilan saja, akan tetapi juga didasarkan pd kesehatan fisik, kesehatan mental, dan perilaku (behaviour) serta etika staff medis tersebut.
Mengenai Spesialis Penyakit Dalam yang tidak mengkonsulkan ke Spesialis Paru
Pada dasarnya RS harus mengatur kewenangan klinis setiap staff medis karena tanggungjawab atas keselamatan pasien ketika menerima pelayanan medis. Untuk itu kepala/direktur RS harus mengatur hanya staff medis yg kompeten lah yg dapat merawat dan menangani pasien.
Dalam hal komite medis merekomendasikan seorang staff medis untuk menerima kewenangan klinis tertentu setelah di kredensial (oleh sub komite kredensial Komite Medis) dan kepala/direktur RS dapat menyetujui, maka kepala/direktur RS dapat menerbitkan suatu surat keputusan untuk menugaskan staff medis yang bersangkutan untuk melakukan pelayanan medis di RS. Penugasan staff medis tersebut disebut sebagai Penugasan Klnis (clinical appoinment)
Dengan memiliki penugasan klinis (clinical appoinment) maka seorang staff medis yang tergabung menjadi anggota kelompok staff medis memiliki kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis di RS tersebut.
Dalam keadaan tertentu kepala/direktur RS dapat pula menerbitkan surat penugasan klinis sementara (temporary clinical appoinment), mis : untuk konsultan tamu yang diperlukan sementara oleh RS. Kepala/direktur RS dapat mengubah, membekukan untuk waktu tertentu, atau mengakhiri penugasan klinis (clinical appointment) seorang staff medis berdasarkan pertimbangan komite medis atau alasan tertentu.
Dengan dibekukan atau diakhiri penugasan klinis (clinical appointment) seorang staff medis tidak berwenang lagi melakukan pelayanan medis di RS tersebut. Mekanisme Penugasan klinis (clinical Appointment) ini merupakan salah satu instrument Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) yg baik.
Semoga bisa dipahami.
dr. Beni Satria,M.Kes
Mahasiswa Doktoral (S3) Hukum Kesehatan
Direktur Rumah Sakit
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Pengurus Besar IDI (PB IDI)
Pengurus PERSI SUMUT 2015 – 2018
Anggota TKMKB PROV SUMUT
Sekretaris MKEK IDI SUMUT
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
NPA IDI : 68818