Perlindungan Pasien pada Praktek Pengobatan Tradisional
- Sejauh manakah pengaturan mengenai pengobatan tradisional, khususnya para tenaga pengobat tradisional yang menyelenggarakan upaya pengobatan terhadap pasiennya?
- Bagaimanakah hubungan hukum antara pengobat tradisional dengan pasiennya?
- Bagaimana menetukan bahwa pengobat tradisional tersebut telah melakukan kelalaian atau kesalahan dalam melakukan upaya pengobatannya, oleh karena pengobat tradisional tidak mempunyai standar profesi seperti halnya tenaga kesehatan?
- Apakah terhadap pengobat tradisional dapat diberlakukan UU Perlindungan Konsumen, oleh karena pengobat tradisional menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada pasiennya?
- Sejauh mana tanggung jawab pengobat tradisional yang melakukan upaya pengobatan kepada pasiennya dan tuntutan apa saja yang dapat ditujukan kepada pengobat tradisional apabila pengobat tradisional tersebut merugikan pasiennya?
Jawaban :
- Pengobatan tradisional diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Pasal 105 UU Kesehatan mengatur bahwa sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
Standar yang ditentukan ini dapat mengacu pada SK Menteri Kesehatan No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
CPOTB adalah cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyeluruh, dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.
Dalam SK Menkes ini, diatur mengenai:
1.Bahan baku
2.Penanggungjawab teknis, yaitu seorang apoteker yang bertanggung jawab atas penyiapan prosedur pembuatan dan pengawasan pelaksanaan proses pembuatan kebenaran bahan , alat dan prosedur pembuatan, kebersihan pabrik, dan keamanan serta mutu obat tradisional.
3.Bangunan tempat pembuatan obat tradisional
4.Peralatan yang digunakan untuk memproduksi obat tradisional
5.Sanitasi dan hygiene
6.Pengolahan dan pengemasan.
2. Hubungan hukum antara pasien dan pengobat tradisional adalah hubungan hukum antara konsumen dan penyedia jasa, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen).
Dalam pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen disebutkan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sedangkan, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (pasal 1 angka 3).
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pelaku pengobatan tradisional, yang menyediakan jasa pengobatan tradisional, dapat dikatakan sebagai pelaku usaha. Sedangkan pasiennya, yang mendapatkan jasa pengobatan tradisional tersebut, dapat dikategorikan sebagai konsumen. Dengan demikian, UU Perlindungan Konsumen dapat diterapkan dalam hubungan antara pasien dan pelaku pengobatan tradisional.
3) Menentukan bahwa pengobat tradisional tersebut telah melakukan kelalaian atau kesalahan dalam melakukan upaya pengobatannya memang agak sulit karena belum ada standar yang secara khusus mengatur pelayanan pengobatan tradisional.
Akan tetapi, Anda dapat menggunakan UU Perlindungan Konsumen dalam hal ini. Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
Apabila Anda merasa bahwa jasa yang diberikan tidak sesuai dengan iklan atau promosi penjualan jasa pengobatan tradisional tersebut, maka Anda dapat menggunakan ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen ini.
4) Seperti telah diuraikan di atas, ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen dapat diterapkan dalam hubungan antara pasien dan pengobat tradisional.
5) Dalam psal 58 UU Kesehatan, disebutkan,
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”
Jadi, apabila Anda merasa bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pengobat tradisional merugikan Anda, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan.
Selain itu, Anda dapat melaporkan pelanggaran atas pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, yaitu memproduksi/memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan iklan/promosi.
Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa hal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
Sumber : hukumonline