STR/SIP di Tahan Pihak Rumah Sakit
Mohon izin bertanya, saya resign dari suatu RS di Jawa Tengah 1 bulan yang lalu ke kota Asal saya, namun semua STR saya berikut yang Asli belum dikembalikan dari RS tersebut hingga saat ini. Saya bekerja sebagai Spesialis Kebidanan dan Kandungan (SpOG) full timer di 2 Rumah sakit yang sama tetapi beda tempat. Semua Persyaratan sudah saya penuhi, tapi dari pihak manajemen belum di uruskan. SIP pun saya tidak pegang, semua ada di manajemen RS, bahkan saya sudah membuat surat kuasa Penarikan SIP kepada Manajemen, namun belum juga dikembalikan.
Bagaimana saya harus bertindak Pak Beni? Mohon Petunjuk
Tag dr. Beni Satria, M.Kes dan semua sejawat IDI dan organisasi profesi spesialisasi, mohon penjelasannya pada kami yg belum begitu paham mengenai aturan bila terjadi kasus seperti ini..
Jawab :
Setiap dokter/dokter gigi/ dokter spesialis yang telah teregistrasi oleh KKI memiliki 4 STR (1 Asli + 3 Legalisir Asli)
STR dipergunakan sebagai salah satu syarat pengurusan SIP (Surat Izin Praktik). SIP dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan dan nantinya STR Legalisir Asli akan “disimpan” di Dinas Kesehatan sesuai SIP yang diterbitkan yaitu STR Legalisir Asli dari KKI ( 1 STR Legalisir Asli untuk 1 Tempat Izin Praktik. Lihat Permenkes 2052/2011)
Sejauh ini, Peraturan Perundang-undangan di Bidang Ketenagakerjaan UU No 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh-tidaknya Perusahaan/ Rumah Sakit menahan Surat – surat Berharga milik karyawan, seperti : STR, SIP atau Ijazah.
Penahanan Surat Berharga (STR/SIP,dll) “diperbolehkan” sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, dan dokter masih terikat dalam hubungan kerja (Lihat Pasal 1320 KUHPerdata).
Pada saat resign, seharusnya semua dokumen dan hak – hak dokter harus dikembalikan (termasuk berkas dokumentasi STR dan atau SIP ( termasuk semua STR dokter apabila Semua STR dokter diberikan ke Pihak Manajemen RS)
Apabila STR/SIP dokter tetap di tahan dan tidak dikembalikan setelah dokter berhenti bekerja, dokter dapat mengupayakan cara – cara kekeluargaan terlebih dahulu (telah melalui 1 Month Notice), sehingga dokter sudah mengakhiri hubungan kerja dokter dengan Rumah sakit dan berhak untuk mendapatkan STR/SIP dokter kembali, karena dokter telah melakukan pengunduran diri sesuai prosedur dan STR/SIP tersebut memang adalah Milik Dokter (bukan Milik RS).
Bagaiama dokter harus bertindak ?
Dokter dapat menghubungi Pihak Manajemen (biasanya bagian Umum & SDM atau Perizinan RS) untuk meminta kembali STR dana tau SIP dokter. SIP ASLI tersebut akan dapat dipergunakan untuk di cabut dan STR yang “disimpan” di Dinas Kesehatan setempat akan dikembalikan untuk kemudian dipergunakan kembali untuk mengurus SIP yang baru di tempat yang baru
Sebelum menempuh jalur Hukum, ada baiknya sebagai anggota organisasi Profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan (POGI), salah satu hak anggota adalah Mendapatkan Perlindungan dan Pembelaan dalam melaksanakan tugas Profesi, tugas IDI dan atau tugas Pekerjaannya (Lihat Ortala IDI Pasal 6 ayat (1))
Kepala Rumah Sakit harus seorang Tenaga Medis (Dokter/dokter Gigi) (Lihat Pasal 34 ayat (1) UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah Sakit ). Maka berlaku KODEKI 2012
KODEKI 2012 mengatur tentang kewajiban sesama dokter yaitu sesama dokter sebagai sejawat sebenarnya ingin diperlakukan sama oleh teman sejawatnya (GOLDEN RULE). Konteks Kesejawatan dalam hal ini adalah kesetaraan hubungan antar sejawat, tidak ada salah satu yang di duga berperilaku menyimpang, agar seorang dokter menahan diri utnuk tidak membuat SULIT, BINGUNG, KECEWA/MARAH sejawatnya sehingga terwujud oraganisasi profesi tang TANGGUH dan Tradisi Luhur PENGABDIAN PROFESI sebagai Model Panutan.
Dalam KODEKI 2012 Penjelasan Pasal 18 hlm 53 ; “mempersulit Rekomendasi (Persyaratan Perizinnan) : Seorang Birokrat yang secara sengaja mempersulit sejawat lain yang persyaratan administrasinyanya sudag memeneuhi dikategorikan elanggar ETIK”.
Apabila memang Pihak Rumah Sakit tidak mau mengembalik STR/SIP dokter, upaya administrative di tingkat manajemen tidak berhasil, dokter dapat mengambil langkah-langkah hukum baik secara Perdata maupun Pidana,
Secara Perdata, langkah hukum yang dapat dilakukan adalah dengan menggugat Pihak RS/ Manajemen dengan Dasar Perbuatan Melawan Hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata (Kitab Undang – undang Hukum Perdata) yang berbunyi :
“ Tiap Perbuatan melanggar Hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut”
Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan diatas, Direktur/ Pihak Manajemen RS sebagai Pihak yang menyebabkan kerugian kepada dokter dapat diminta mengganti kerugian yang ditimbulkan karena perbuatannnya.
Secara Pidana yaitu menggugat Perusahaan/ Rumah Sakit tersebut atas dasar PERBUATAN MELAWAN HUKUM atau Melaporkan ke Polisi atas TUDUHAN PENGGELAPAN
Perbuatan Melawan Hukum adalah apabila Rumah sakit itu bertentanagn dengan hukum pada umumnya (hukum buakn saja berupa ketentuan perundang-undangan tetapi juga aturan-aturan hukum yidak tertulis yang harus ditaati dalam hidup bermsayarakt)
Penggelapan di atur dalam Pasal 372 KUHP.
“ Barang Siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu atau seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan, diancam karen penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”
Yang termasuk Penggelapan adalah Perbuatan mengambil barang Milik Orang lain sebagian atau seluruhnya) diman penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tetapi penguasaan itu terjadi secara sah. Tujuan dari Penggelapan aadalah memiliki barang atau uang dalam penguasaannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
Berkait dengan Pertanyaan dokter, Pihak Rumah sakit dengan sengaja menahan Pemberian STR/SIP tanpa alasan yang jelas, hal ini bertentangan dengan ketentuan yang seharusnya berlaku dan dapat dikenakan dengan Pasal penggelapan dengan ancaman hukuman paling lama 4 (empat) tahun penjara.
Demikian, semoga dapat dipahami bersama.
dr. Beni Satria,M.Kes
Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
Mahasiswa Doktoral (S3) Hukum Kesehatan
Direktur Rumah Sakit
Direktur LPKM MHKI SUMUT
Pengurus Besar IDI (PB IDI)
Pengurus PERSI SUMUT
Anggota TKMKB PROV SUMUT
Sekretaris MKEK IDI SUMUT
NPA IDI : 68818